Jejak Langkah

Uneg-uneg

advertisement

Dongeng: taman kecil









TAMAN KECIL
Oleh: Gunawan

Ada sebuah cerita tentang kehidupan dari sebuah taman kecil yang letaknya tepat dibawah kaki gunung. Di taman kecil hidup sebuah ekosistem yang terdiri dari berbagai macam species, diantaranya lebah, bunga, belalang, burung pipit, tupai, semut dan makhluk lainnya yang hidup disana.

Di pagi yang cerah itu, seekor lebah madu jantan berwarna kuning bergaris-garis biru terbang ke sana kemari membawa timba-timba kecil yang penuh dengan sari nektar, yaitu kelenjar yang dihasilkan bunga. Nektar ini diambil oleh para lebah untuk menjadi madu yang manis rasanya. Sejak matahari mulai menyembulkan kepalanya dan menyirami taman kecil dengan sinarnya yang hangat si lebah madu sudah sibuk bekerja keras membawa sari-sari nektar dari bunga-bunga yang ada di taman kecil. Sang lebah memang makhluk yang pekerja keras. Ia tidak peduli tangannya akan menjadi kasar. Karena ia senang melakukannya. Baginya pekerjaan itu adalah bagian dari hidupnya. Dengan mengambil sari-sari nektar yang ia kumpulkan dalam timba-timba kecilnya ia merasa bahwa ia ikut serta dalam menyeimbangkan alam di taman kecil ini. Itu sudah kewajibannya sebagai makhluk alam.

Sang lebah madu adalah makhluk yang bersahabat ia bergaul dengan siapa saja yang hidup di taman kecil itu. Ia juga senang membantu siapa saja yang kesulitan tanpa meminta imbalan. Oleh karena itu seluruh mahkluk yang ada di taman kecil itu senang bergaul dengannya. Menurut sang lebah madu, taman kecil itu adalah sebuah sistem dan seluruh makhluk dan benda yang ada di dalamnya bagiannya. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Mereka tidak bisa hidup tanpa bantuan makhluk lainnya. Mereka sangat paham dengan konsep rantai makanannya. Oleh karena itu mereka harus menjaga dan menghormati ekosistemnya.

Bagi sang lebah madu, konsep hidup dengan simbiosis mutualisme adalah cara yang baik dalam menjalani hidup ini. Karena sesama makhluk harus saling menghormati dan saling memberi keuntungan. Baginya pantang untuk memberi kerugian pada makhluk lain. Kalau saja ada yang ingin berbuat jahat dan membuat kerugian di taman kecil ini ia akan tancapkan sengatnya yang sangat tajam dan beracun ke dalam tubuh mahkluk tersebut biar ia binasa oleh racunnya. Menurutnya makhluk yang hanya mencuri keuntungan dari makhluk lain tanpa ia bekerja keras adalah pekerjaan yang memalukan dan hina. Makhluk seperti itu tidak pantas hidup di taman kecil ini. Biar ia binasa di telan bumi. Sebelum di telan ia akan di lumat oleh belatung-belatung dan di urai oleh si bakteri pemakan bangkai. Pikirnya, berarti ia juga telah memberi kebaikan pada si belatung dan bakteri yang ingin terus hidup. Ia hanya ingin segala sesuatunya berjalan dengan baik dan benar di taman kecil ini.

Pada hari itu seperti biasanya sang lebah madu sibuk bekerja mengumpulkan sari-sari madu. Ia sangat hafal dengan seluk beluk taman kecil. Seluruh pelosok taman kecil telah ia jelajahi. Saat ia sedang terbang dengan sayapnya kesana kemari mencari bunga-bunga yang ia ingin ambil sari nektarnya. Sekejap ia terpana dengan sebuah bunga betina yang elok warnanya. Bunga itu terlihat asing baginya tetapi sangat cantik. Sepanjang hidupnya Ia belum pernah melihat bunga secantik itu di taman kecilnya. “Mungkin ia pendatang baru…..,atau dia memang makhluk taman kecil ini sementara aku saja yang tidak mengenalnya. Bodohnya diriku, masak makhluk secantik ini bisa tidak terpantau olehku. Dasar lebah madu yang sok sibuk, katanya kau mengenal wajah seluruh mahkluk dengan kebiasaan hidupnya di taman kecil ini. Sedangkan bunga cantik nan elok warna kelopaknya terasa asing bagimu sendiri. Dasar kurang pergaulan!”, pikirnya. “Loh, kok jadi menggerutu seperti ini dan malah menyalahkan diri sendiri. Kenapa tidak aku tanya sendiri saja ya….”, pikirnya lagi.
Sang lebah madu jantan itu pun turun ke bumi mendekati bunga nan cantik. “Halo aku Gimo siapa namamu? Kau makhluk baru ya di taman ini? Kok aku tidak pernah melihatmu? Atau mungkin kau makhluk di taman ini tapi kau tidak pernah keluar rumah jadi tidak terpantau olehku yang selalu berkeliling ini?”, bertubi-tubi pertanyaan si lebah madu jantan di utarakan bagaikan petugas keamanan saja. Kepalanya sedikit ia tengadahkan ke atas. Dada dibusung-busungkan ke depan. Seakan akan ia adalah penguasa taman kecil ini.

Tetapi si bunga malah tersenyum manis. Selain ia cantik ia juga mahkluk yang baik. Ia perkenalkan namanya dan menjawab semua pertanyaan yang diberondong oleh Gimo. “Namaku Kuntum….aku memang makhluk baru di taman ini. Aku baru saja pindah dari pot bunga kecil di pekarangan rumah manusia yang memeliharaku. Mereka memindahkanku Karena pot bunganya terlalu kecil dan sempit. Aku tidak bisa bergerak dengan bebas. Kaki-kaki akarku terasa sakit setiap hari karena tubuhku semakin lama semakin membesar. Untungnya mereka sangat baik dan mengerti. Mereka memindahkanku ke taman kecil ini. sudah satu minggu aku tinggal di taman kecil ini. Tapi aku sudah mulai kerasan disini. Disini mahkluknya ramah dan baik. Aku sangat senang tinggal disini. Aku juga senang berkenalan denganmu Gimo”, jawabnya sambil tersenyum kecil.
Wajah Gimo jadi kemerah-merahan. Malu ia dibuatnya. Kuntum memang bunga yang cantik. Wajahnya dan giginya putih berseri. Matanya bulat dengan bulu mata yang tebal. Alisnya bagai koloni semut yang berbaris rapi. Kelopaknya bersih berwarna putih. Akhirnya ia beranikan diri untuk berbicara dengan kuntum. pertanyaan demi pertanyakan ia sampaikan kepada kuntum. kuntum pun menjawabnya dengan ramah pertanyaan-pertanyaan atas dirinya. Terkadang mereka tertawa atas hal konyol yang dibuat Gimo.

Tidak terasa hari sudah hampir senja. Sudah waktunya Gimo untuk pulang. Ia juga harus mengantar sari-sari madu ke toko kecil Pak Remon si kumbang tua pembuat madu dan roti. Ia pun berkata, “Kuntum sudah waktuku untuk pulang. Hari sudah hampir senja sementara sari-sari ini belum juga aku antarkan. Kalau aku ada waktu. Bolehkah aku ke tempatmu lagi?” Tanya Gimo. Si kuntum menjawabnya dengan senang, “tentu saja boleh, kamu khan teman menyenangkan yang baru aku kenal.” Ge-er si Gimo di buatnya. Setelah ia kenakan kembali sayapnya ia berkata pada kuntum, “Ya sudah aku pulang ya, sampai jumpa di lain waktu”, Gimo pun berpamitan dan terbang dengan melambangkan tangannya. Hari pun berganti, dalam lipatan waktu Gimo dan kuntum telat menjadi sahabat yang akrab. Para penduduk di taman kecil itu pun menduga bahwa mereka adalah pasangan yang sangat serasi.

Suatu ketika pada siang hari yang cerah, ada serombongan manusia yang ternyata mereka adalah satu keluarga yang sedang berpiknik di taman kecil itu. Sang lebah madu sudah merasa resah. Tampaknya mereka kurang menghormati ekosistem di taman kecil ini. Diantara mereka ada yang membuang sampah sembarangan, ada yang mencabut-cabuti si rumput. Bahkan mereka menggelar alas tikar mereka diatas si bunga putri malu berada.

Sambil menunaikan pekerjaannya, Gimo mampir ke tempat Kuntum. “Kuntum berhati-hatilah, manusia-manusia itu sepertinya bukan makhluk yang baik.” Ucapnya pada Kuntum. “Baiklah aku akan berhati-hati”, balas Kuntum. Gimo pun pergi meninggalkan Kuntum, ia harus segera mengantarkan sari-sari madu tempat langganannya pak Remon. Lalu tampak seorang anak laki-laki dari manusia itu sedang memandangi-mandangi isi taman kecil, posisinya menjauhi kumpulannya. Ia sudah dekat sekali dengan Kuntum. Tangannya sangat kotor karena bekas memegang tanah dan makanannya sendiri. Perilakunya memang jahil. Ia mematah-matahkan batang-batang pohon bambu sambil tertawa-tertawa. Mengambil batu-batu kecil dan melemparkannya sejauh mungkin. Kuntum mulai merasa ketakutan. Jantungnya berdebar keras. Wajahnya pucat. “Kalau saja ia meraih tubuhku dan mencabutnya. Lalu dihempaskannya aku ketanah seperti batang bambu itu. Niscaya nyawaku tidak selamat”, pikirnya ketakutan. Tak disangka, si anak manusia itu melihat Kuntum berdiri. Karena ia bunga yang paling mencolok diantara tumbuhan lain. Si anak manusia tersenyum jahat. Tangannya mulai meraih si Kuntum dan akhirnya mencabutnya. Si Kuntum menjerit keras. Menangis sejadi-jadinya ia berteriak meminta tolong kepada siapa pun termasuk si lebah madu. Ternyata tak ada yang sanggup menolongnya. Mereka semua merasa tak berdaya dan sangat ketakutan. Si Kuntum akhirnya pasrah dan berdoa pada Tuhan. Kalau memang ajalnya tiba, ia ikhlas. Ketika akan dilemparkan sejauh-jauhnya. Si anak manusia menjerit keras kesakitan. Ada yang menyengat tangan kanannya. Si Kuntum pun jatuh kembali ke tanah. Tak disangka Gimo datang tepat pada waktunya. Ia langsung memberi kode kepada teman-temannya untuk menyerang si anak manusia. Dari balik semak, keluarlah serombongan besar lebah-lebah madu jantan yang siap dengan sengatnya yang tajam dan beracun. Mereka langsung menyengat sekujur tubuh si anak manusia tanpa ampun. Si anak manusia itu pun lari tunggang langgang sambil menangis.

Tak lama, Kuntum pun dikembalikan ke tanah tempat ia memijakan akarnya, dibantu oleh burung pipit, tupai dan para semut. Semua penduduk taman kecil pun kembali bersuka cita dengan selamatnya Kuntum dari ulah manusia jahat. Gimo menjadi pahlawan hari itu, tubuhnya diangkat dan dijunjung tinggi oleh teman-temannya. Gimo berkata pada penduduk taman kecil, “Barang siapa yang mengganggu kehidupan di taman kecil ini harus kita usir jauh-jauh, setuju!”, “Setujuuuuuu!” teriak penduduk taman kecil dengan kompaknya. Begitulah kisah di taman kecil, penduduk taman taman kecil sadar bahwa ekosistem harus terus di jaga agar kehidupan berjalan seimbang.

warung buncit, 2006
NB: pernah diikutsertakan dalam lomba dongeng majalah bobo tahun 2006. tapi kalah, Huh looser hehe!
1 Komentar untuk "Dongeng: taman kecil"

Tulisan yang bagus,... teruslah berkarya mas, siapa tahu ke depan nantinya, tulisan2 Mas Guns menang di perlombaan.

Gimana kabarmu, sdh dpt job yg baru???

Disini sepi banget tanpa dirimu,.. hikkzzz...

sukses yaa Mas,...

Back To Top