Jejak Langkah

Uneg-uneg

advertisement

Puisi: Belatung II














Belatung II
Oleh: Gunawan
Belatung menggeliat-geliat menjalar
Melubangi tubuh-tubuh bisu menjadi lahar
Berjejal berebut makanan
Dengan perut gendut penuh serakah
Manusia seperti belatung
Penuh serakah mencari untung
Bergerak dan terus bergerak menggeliat-geliat
Tanpa bisa diam dalam keheningan
Sang hawa terus menyisir mahkotanya Berlenggok-lenggok tak menentu
Bergerak ke kiri dan kanan seperti gelisah
Sang adam tertawa serakah tanpa mengerti apa yang ditertawakan
Mereka berlomba menggali lubang kenikmatan
Para iblis menjalar dalam darah
Merasuk menutup nadi-nadi kemanusiaan
Manusia telah menjadi belatung
Belatung menyatu pada jiwa manusia
Bumi telah terkoyak, merintih dan terluka Dihisap sari-sarinya, dihujam tanah gemburnya
Oleh paku-paku pencakar langit Kasihan ia, beban hidupnya semakin berat Manusia dan belatung semakin berjejal bertumbuk kenikmatan
Lalu, Apakah mereka beragama???
Agama sudah hilang kenikmatannya
Mereka tinggalkan tulang belulangnya begitu saja
Agama hanya jadi dongeng tidur bagi anak-anak yang tak mampu beli mainannya
Di kampung-kampung, di gunung-gunung, di pesisir pantai dan kolong jembatan kota besar itu Hei, siapa kamu berani berkata begitu??? Aku??? Aku hanya belatung yang kini merindukan nilai-nilai kemanusiaan yang pernah ada.
Jakarta, 5 Juni 2002, 03.35 am
2 Komentar untuk "Puisi: Belatung II"

Ye-elah belatung apa hubunganya sama nilai2 kemanusiaan ?
Belatung ntar berubahnya jadi Lalat paling banter Laler-Ijo freeen hwekekekeke.....

BTW Comment anynomous dikasih doonk jangan blogger doang...wang..waaang...

halooo.................
jangan pasrah dunk dengan kenyataan ini, seharusnya semangat untuk mendapatkan sesuatu yang paling berharga dalam kenyataan.

perlu diingat!!!!kenyataan adalah sebuah fatamorgana saja itu tidak nyata lagi..................

Back To Top